MBG dan Semangat kebangsaan Sumpah Pemuda : Membangun Generasi Unggul Melalui Pangan Bergizi
Oleh : Sepratian Dwi )*
Dalam momentum peringatan Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan kembali bergema di seluruh penjuru negeri. Generasi muda diingatkan akan makna persatuan, kerja keras, dan cita-cita besar untuk memajukan bangsa. Nilai-nilai itu kini menemukan wujud baru dalam berbagai program nasional yang berorientasi pada pembangunan manusia Indonesia. Salah satunya adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah untuk memperkuat fondasi generasi masa depan melalui pemenuhan gizi seimbang. Program ini bukan sekadar kebijakan pangan, melainkan strategi kebangsaan untuk membangun sumber daya manusia unggul dan berdaya saing global.
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto mengungkapkan bahwa MBG berpotensi akan menjadi langkah strategis meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak usia dini. Pihaknya menekankan pelaksanaan MBG harus dilakukan secara kolaboratif lintas sektor agar tepat sasaran. Agar MBG mampu menjadi solusi konkret dalam menekan angka stunting dan masalah kekurangan gizi yang masih menjadi tantangan di beberapa daerah. Dengan pemenuhan gizi yang baik, anak-anak akan tumbuh lebih sehat, produktif, dan berpotensi menjadi generasi unggul di masa depan.
Di balik semangat MBG, terkandung filosofi Sumpah Pemuda yaitu satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yang kini diterjemahkan menjadi satu tujuan membangun generasi sehat dan cerdas untuk Indonesia maju. Ketika para pemuda tahun 1928 bersumpah menyatukan identitas bangsa, mereka juga menanamkan tekad untuk memperjuangkan masa depan yang lebih baik. Kini, perjuangan itu diteruskan dengan memastikan setiap anak bangsa memiliki hak yang sama untuk mendapatkan asupan bergizi. Sebab, kemerdekaan sejati tak hanya berarti bebas secara politik, tetapi juga bebas dari ketimpangan gizi dan kemiskinan pengetahuan.
MBG bukan sekadar program pemenuhan gizi, melainkan bagian dari strategi nasional membangun kemandirian pangan dan ekonomi lokal. Program MBG juga menjadi bentuk nyata komitmen negara dalam melindungi generasi muda dari ancaman stunting, anemia, serta gizi buruk yang dapat menghambat tumbuh kembang dan prestasi belajar. Pemerintah menilai, upaya peningkatan gizi harus dimulai sejak dini, terutama di kalangan pelajar. Dengan asupan bergizi yang cukup, siswa diharapkan lebih fokus dalam belajar, memiliki daya tahan tubuh yang kuat, serta mental yang sehat.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Wahyu Pudji Nugraheni menyatakan bahwa MBG dapat menjadi katalis peningkatan kualitas hidup masyarakat, khususnya remaja, karena gizi seimbang berdampak langsung pada konsentrasi belajar dan kesejahteraan psikologis mereka.
Lebih jauh, MBG bukan hanya intervensi gizi, tetapi juga instrumen pemerataan sosial. Melalui mekanisme pengadaan bahan pangan dari petani dan nelayan lokal, program ini menghidupkan ekonomi daerah dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Di sisi lain, para pelaku UMKM kuliner dan katering juga mendapat ruang berkontribusi dalam penyediaan makanan bergizi. Dengan demikian, MBG menciptakan rantai nilai ekonomi yang inklusif dari petani ke dapur sekolah, dari dapur ke meja makan siswa membangun ekosistem gotong royong yang selaras dengan semangat Sumpah Pemuda.
Generasi muda Indonesia saat ini menghadapi tantangan global yang lebih kompleks. Kompetisi tidak lagi sekadar soal kecerdasan akademik, tetapi juga kesehatan fisik dan ketangguhan mental. Dalam konteks ini, pangan bergizi menjadi fondasi daya saing bangsa. Pemuda yang sehat mampu berpikir kritis, berinovasi, dan memimpin perubahan. Karenanya, MBG dapat dipandang sebagai investasi jangka panjang untuk mencetak pemimpin masa depan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan fisik.
Peringatan Sumpah Pemuda tahun ini menjadi momentum refleksi bahwa perjuangan generasi sekarang bukan lagi mengangkat senjata, tetapi melawan ketimpangan, kebodohan, dan gizi buruk. MBG hadir untuk memastikan bahwa tidak ada anak bangsa yang belajar dalam keadaan lapar. Dengan menjamin kebutuhan gizi pelajar, pemerintah secara tidak langsung menanamkan semangat keadilan sosial dan solidaritas antargenerasi. Program ini juga menjadi pengingat bahwa cinta tanah air dapat diwujudkan dengan cara sederhana yakni peduli pada sesama dan membangun masa depan bersama melalui pangan yang sehat.
Semangat kebangsaan Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa kekuatan bangsa tidak hanya terletak pada jumlah penduduk atau luas wilayah, melainkan pada kualitas manusianya. Ketika gizi anak bangsa terpenuhi, maka daya pikir, kreativitas, dan produktivitas mereka akan meningkat. Hal ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang menempatkan sumber daya manusia unggul sebagai poros pembangunan nasional. MBG, dengan segala tantangan dan potensinya, menjadi simbol komitmen baru bahwa negara hadir untuk menyiapkan generasi penerus yang sehat, tangguh, dan berkarakter.
Pada akhirnya, MBG dan semangat Sumpah Pemuda memiliki ruh yang sama yaitu keduanya menegaskan pentingnya persatuan dan cita-cita kolektif demi kemajuan bangsa. Di masa lalu, pemuda bersatu melawan penjajahan untuk meraih kemerdekaan. Di masa kini, pemuda bersama pemerintah berjuang melawan ketimpangan dan kebodohan melalui gerakan pangan bergizi. Dengan bergandengan tangan, seluruh elemen bangsa dapat menjadikan MBG bukan sekadar program, melainkan gerakan moral untuk membangun Indonesia yang berdaulat dalam gizi dan berdaulat dalam semangat kebangsaan.
)* Pengamat Kebijakan Publik
Post Comment