×

Ekosistem Pulau Padar Tetap Terjaga, Sambut Pembangunan Fasilitas Wisata Ramah Lingkungan

Oleh: Fitra Ramadhan)*

Sebagai salah satu ikon keindahan alam Indonesia, Pulau Padar yang merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) menawarkan panorama memukau yakni dengan bukit vulkanik berwarna kering, teluk-teluk berpasir putih, merah muda, dan hitam, serta laut biru jernih yang mengundang rasa kagum dunia. Tidak heran jika media internasional seperti Time Out menobatkan Padar sebagai titik pandang paling indah di dunia.

Pembangunan fasilitas wisata di Pulau Padar tidak dilakukan secara sembarangan. Seluruh perencanaan dan implementasi mengikuti prinsip sustainable tourism, di mana aspek pelestarian alam menjadi prioritas utama. Hal ini mencakup penggunaan material bangunan yang ramah lingkungan, desain yang menyatu dengan lanskap, serta sistem pengelolaan limbah yang mencegah pencemaran laut maupun darat. Dengan begitu, kehadiran fasilitas baru justru menjadi alat untuk mengatur arus wisatawan agar lebih tertib dan terkendali, mengurangi tekanan berlebihan pada ekosistem.

Anggota DPR RI, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) mengatakan rasa bangganya saat Pulau Padar mendapat pengakuan internasional. Menurutnya, penobatan tersebut tidak hanya membuktikan kekayaan alam Indonesia, tetapi juga mendongkrak kebanggaan masyarakat setempat.

Lebih dari itu, VBL menekankan bahwa apresiasi global ini harus ditindaklanjuti dengan tekad serius untuk menjaga kelestarian. Dirinya juga menegaskan bahwa langkah-langkah konservasi seperti pembatasan kunjungan dan pembentukan regulasi formal mengenai tarif masuk merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk menjadikan penghargaan dunia sebagai amanah yang harus dijaga, bukan semata-lah sebuah prestasi simbolik. Selain itu, VBL menyampaikan bahwa sosialisasi kepada masyarakat setempat tetap dilakukan secara intens, agar publik memahami bahwa tarif kontribusi masuk bukan membebani, tetapi justru mendukung pemeliharaan ekosistem dan kesejahteraan bersama di kawasan konservasi ini.

VBL juga mengakui bahwa sosialisasi yang dilakukan pemerintah daerah sebelumnya memang belum maksimal, dan sebagai respons, pemerintah telah menyusun rencana penambahan sarana informasi seperti pemasangan spanduk dan reklame, serta memperluas media komunikasi lainnya agar pesan konservasi tersampaikan dengan lebih efektif. Selanjutnya VBL juga menegaskan bahwa Pulau Komodo, sebagai bagian inti konservasi, harus tetap berada dalam zona alam liar tanpa hotel atau resort. Dirinya menambahkan pula bahwa kunjungan ke pulau tersebut akan dibatasi yakni dengan sistem keanggotaan dan batas maksimal 50.000 pengunjung per tahun. Selain itu dengan adanya hotel apung di sekitar Taman Nasional Komodo sebagai alternatif akomodasi yang ramah lingkungan.

Dalam atmosfer global yang terus berkembang, pemerintah hadir dengan visi ekowisata berkelanjutan yang menyelaraskan pembangunan wisata dengan konservasi alam. Menanggapi polemik pembangunan fasilitas wisata di Pulau Padar, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni memastikan bahwa aspek ekologis menjadi prioritas utama. Menurutnya jika ada pihak swasta ingin membangun, maka yang paling inti itu adalah di ekologisnya sehingga tidak akan merusak lingkungan dan habitat komodo. 

Lebih lanjut, Raja Juli Antoni menegaskan bahwa meskipun izin usaha telah ada sejak 2014, pembangunan masih dalam tahap peninjauan dengan ketat, termasuk pengawasan Environmental Impact Assessment (EIA) yang harus disetujui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan International Union for Conservation of Nature (IUCN). Selain itu, Kementerian Kehutanan juga mempertimbangkan pembatasan kunjungan untuk menjaga ekosistem. Pemerintah akan menerapkan sistem kuota wisatawan dan memperkuat keamanan di titik-titik berisiko di pulau tersebut. Langkah ini menunjukkan komitmen kuat terhadap konservasi sembari membuka peluang ekowisata yang terkontrol dan bertanggung jawab.

Lebih dari itu, Raja Juli turut membantah kabar tentang rencana pembangunan 600 vila di Pulau Padar sebagai hoaks. Ia menegaskan bahwa luas pembangunan memang sangat dibatasi yakni maksimal hanya 10% dari total konsesi, dan jenis bangunan pun harus non-permanen (knockdown), bukan struktur beton yang merusak lanskap dan ekosistem setempat. Selain itu, hingga saat ini belum ada pembangunan fisik yang dilakukan oleh PT KWE seluruh tahapan masih berada di fase konsultasi dan pengkajian ilmiah yang partisipatif dan transparan.

Pelibatan strategi konservasi dalam pembangunan fasilitas wisata menunjukkan progres nyata dalam framingpariwisata Indonesia yang tidak sekadar mengejar keuntungan ekonomi, tetapi menjaga integritas ekosistem warisan dunia. Pendekatan seperti EIA berbasis standar internasional, izin terbatas, sistem kuota pengunjung, serta alternatif akomodasi ramah lingkungan seperti knockdown atau hotel apung adalah bukti konkret bahwa pemerintah serius dalam menjaga Pulau Padar tetap alami dan bersahabat dengan komodo.

Pulau Padar diharapkan menjadi contoh keberhasilan model pengelolaan destinasi wisata berkelanjutan di Indonesia. Dengan komitmen kuat dari pemerintah, dukungan masyarakat lokal, dan kesadaran wisatawan, Pulau Padar siap menyambut masa depan di mana keindahan alam dan fasilitas modern berjalan beriringan. Di sini, kemajuan bukan berarti merusak, melainkan menciptakan harmoni antara manusia dan alam. Dan Pulau Padar, dengan semua pesonanya, akan terus berdiri sebagai bukti bahwa menjaga alam adalah investasi terbaik bagi masa depan pariwisata Indonesia.

)*Penulis merupakan Pemerhati Lingkungan

Post Comment