
Presiden Prabowo Siapkan Generasi Papua Mandiri melalui Sekolah Rakyat
Oleh: Melani Uropmabin *)
Program Sekolah Rakyat yang digagas pemerintah kini mulai hadir di Papua sebagai sebuah terobosan pendidikan yang ditujukan untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia, khususnya dari kalangan keluarga kurang mampu. Kehadiran program ini memperlihatkan keseriusan negara dalam memastikan tidak ada anak yang tertinggal dari akses pendidikan bermutu, sekaligus menjadi wujud nyata komitmen pemerintah dalam membangun Papua melalui jalur pendidikan.
Sekolah Rakyat dirancang sebagai sekolah berasrama dengan pola pembinaan penuh selama 24 jam. Model ini dipilih untuk memberikan pengalaman belajar yang tidak hanya terbatas pada akademik, tetapi juga penguatan karakter, kedisiplinan, dan kemandirian. Kepala Balai Besar Kemensos Regional VI Papua-Maluku, Jhon Mampioper, menekankan bahwa siswa-siswa dari keluarga prasejahtera kini dapat memperoleh hak pendidikan yang sama dengan siswa dari latar belakang ekonomi lebih mapan. Menurutnya, pola asrama memungkinkan anak-anak mendapatkan lingkungan belajar yang aman dan kondusif, sehingga mampu memaksimalkan potensi mereka.
Berbagai pihak di Papua menyambut program Sekolah Rakyat sebagai langkah strategis. Kepala LKBN ANTARA Biro Papua, Hendrina Dian Kandipi, menilai Sekolah Rakyat sebagai sebuah eksperimen kebijakan yang patut dicoba, meskipun menuai pro dan kontra. Menurutnya, fasilitas dan tenaga pendidik harus dipersiapkan dengan matang agar siswa merasa nyaman dalam menjalani proses pendidikan. Ia juga menyoroti pentingnya pola asrama yang tidak hanya mengajarkan ilmu akademik, tetapi juga membangun karakter agar anak-anak Papua memiliki arah masa depan yang lebih jelas.
Program ini juga dianggap sebagai salah satu instrumen penting dalam memutus rantai kemiskinan. Imelda Carolina Felle dari Pokja Papua Cerdas BP3OKP menyatakan, banyak anak di Papua putus sekolah karena tingginya biaya pendidikan, dan Sekolah Rakyat hadir sebagai jawaban dari permasalahan tersebut. Ia menekankan bahwa pendekatan intensif dari pengelola program akan sangat menentukan keberhasilan, mengingat adaptasi terhadap pola sekolah berasrama memerlukan waktu dan pendampingan. Namun ia yakin, jika berjalan dengan konsisten, Sekolah Rakyat akan membuka peluang besar bagi anak-anak Papua untuk bersaing di tingkat nasional.
Lebih jauh, Sekolah Rakyat di Papua juga diarahkan untuk menjadi model pendidikan kontekstual yang berpijak pada kearifan lokal. Staf Kantor Kampung Tobati, Yan Fredik Pepuho, menegaskan bahwa kurikulum yang diterapkan sebaiknya memberi ruang bagi nilai-nilai budaya Papua, sehingga pendidikan tidak tercerabut dari akar masyarakatnya. Dengan begitu, program ini tidak hanya melahirkan generasi yang cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki identitas budaya yang kuat dan mampu memberi kontribusi nyata bagi lingkungannya.
Dimensi inklusivitas turut menjadi perhatian dalam penyelenggaraan Sekolah Rakyat di Papua. Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia (KND) telah melakukan kunjungan untuk memastikan sekolah ini ramah bagi penyandang disabilitas. Hal ini sesuai amanat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 yang menjamin hak pendidikan inklusif bagi semua warga negara. Anggota KND, Jonna Damanik, menyampaikan apresiasi terhadap semangat para siswa serta pengelolaan sekolah yang sudah memberi ruang bagi perspektif disabilitas. Ia berharap Sekolah Rakyat benar-benar menjadi instrumen untuk mengentaskan anak-anak dari lingkaran kemiskinan melalui pendidikan yang adil dan setara.
Kebijakan pemerintah untuk menanggung seluruh biaya pendidikan, biaya hidup, hingga fasilitas asrama, menjadi pondasi utama keberhasilan program ini. Presiden Prabowo Subianto telah memberikan target pembangunan Sekolah Rakyat tahap pertama sebanyak 100 unit di seluruh Indonesia, dengan Papua sebagai salah satu prioritas. Menteri Sosial Saifullah Yusuf bahkan menegaskan bahwa program ini tidak berhenti di 100 titik, melainkan akan diperluas dengan memanfaatkan Balai Latihan Kerja milik Kementerian Ketenagakerjaan agar dapat menjangkau lebih banyak anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Di Papua sendiri, sejumlah kabupaten sudah menyiapkan lahan untuk pembangunan sekolah baru. Kabupaten Jayapura, Biak Numfor, dan Sarmi disebut sebagai wilayah yang telah memenuhi syarat karena ketersediaan lahan yang bersertifikat. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama telah menyiapkan lahan seluas 100 hektare untuk mendukung pembangunan Sekolah Rakyat.
Lebih dari sekadar menghadirkan sekolah, pemerintah juga melengkapi program ini dengan dukungan pemberdayaan bagi orang tua siswa. Melalui penyaluran bantuan sosial, keluarga dari anak-anak Sekolah Rakyat akan mendapat penghidupan yang lebih layak. Dengan begitu, dampak program tidak hanya terasa di ranah pendidikan, tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan keluarga. Pendekatan ini menegaskan bahwa pendidikan dan ekonomi masyarakat saling berkaitan, dan keduanya diperhatikan secara bersamaan.
Harapan besar datang dari para siswa yang sudah mengikuti program. Banyak dari mereka mengaku bangga dan termotivasi untuk menggapai cita-cita, meskipun berasal dari keluarga sederhana. Kisah ini menjadi bukti bahwa ketika negara hadir dengan kebijakan yang tepat, anak-anak yang sebelumnya terpinggirkan dari sistem pendidikan kini memiliki peluang yang sama untuk bermimpi dan mewujudkan masa depan.
Pembangunan pendidikan melalui Sekolah Rakyat di Papua tidak hanya relevan untuk menjawab kebutuhan daerah, tetapi juga sejalan dengan visi nasional menuju Indonesia Emas 2045. Dengan membekali generasi muda Papua dengan pengetahuan, keterampilan, dan karakter, pemerintah sedang menanam investasi jangka panjang yang akan memberi dampak luas bagi bangsa.
Sekolah Rakyat di Papua adalah bukti konkret komitmen pemerintah untuk menghadirkan pendidikan yang inklusif, kontekstual, dan berpihak pada pihak yang paling membutuhkan. Program ini bukan sekadar proyek pendidikan, melainkan strategi pembangunan manusia yang menyeluruh, agar Papua terus bergerak maju.
*) Pemerhati Kebijakan Publik
Post Comment