×

Jelang Setahun, Pengamat Optimis Prabowo – Gibran Wujudkan SwasembadaEnergi

Oleh : Rivka Mayangsari*)

Menjelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, berbagai capaian strategis mulai menunjukkan hasil yang konkret. Salah satuyang paling menonjol adalah langkah pemerintah dalam mewujudkan swasembada energinasional sebuah cita-cita lama bangsa Indonesia untuk lepas dari ketergantungan terhadap imporbahan bakar minyak (BBM).

Kebijakan yang digagas oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) BahlilLahadalia melalui pemanfaatan etanol sebagai campuran BBM menjadi langkah nyata menujukemandirian energi nasional. Program ini sejalan dengan visi besar Presiden Prabowo-Gibran (Pragib) untuk membangun ekonomi yang tangguh, berdaulat, dan berkelanjutan. Upaya tersebutbukan hanya soal energi, melainkan juga bagian dari strategi besar memperkuat ketahanannasional di tengah dinamika geopolitik global yang kian kompleks.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Islam Bandung (Unisba), Prof. Ima Amaliah, menilaiprogram swasembada energi merupakan kebijakan yang seharusnya telah dijalankan sejak lama. Ia mengingatkan bahwa di masa kejayaan minyak Indonesia pada era 1980-an, hasil sektor migasseharusnya dijadikan fondasi bagi pembangunan sistem energi yang mandiri. Menurutnya, langkah pemerintah saat ini adalah bentuk koreksi sejarah yang patut diapresiasi karenamenunjukkan arah pembangunan yang lebih berdaulat.

Prof. Ima juga menegaskan bahwa program swasembada energi bukan sekadar kebijakanekonomi, tetapi strategi nasional untuk memperkuat kedaulatan negara. Dengan mengurangiimpor BBM, Indonesia akan memiliki ruang fiskal yang lebih luas, sekaligus memperkuat posisitawar di tingkat internasional. Ia memandang kebijakan pencampuran etanol 10 persen atau E10 dalam BBM sebagai terobosan penting menuju kemandirian energi. Selain mengurangi impor, kebijakan ini juga mendukung agenda pembangunan berkelanjutan dan transisi energi bersih.

Kebijakan berbasis bioetanol tersebut juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalammenghadapi perubahan iklim dan target emisi nol bersih pada 2050, sebagaimana tertuang dalamPerjanjian Paris. Dengan memanfaatkan sumber daya domestik seperti tebu dan singkong untukmemproduksi etanol, Indonesia tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga menciptakanrantai pasok baru yang menggerakkan ekonomi pedesaan.

Sementara itu, pakar kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Yogi SuprayogiSugandi, juga menilai bahwa kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam mendorongswasembada energi merupakan langkah yang visioner. Ia menyebut, inisiatif sepertipengembangan sumur minyak rakyat adalah kebijakan yang berpihak pada masyarakat, terutamajika implementasinya dilakukan dengan memperhatikan kesejahteraan warga yang terlibat.

Menurut Yogi, partisipasi masyarakat dalam proyek energi akan memperkuat rasa memilikiterhadap sumber daya nasional. Namun demikian, ia mengingatkan agar mekanisme pelibatanmasyarakat tetap diatur secara adil, agar tidak menimbulkan kesenjangan atau praktikeksploitatif. Dengan demikian, kemandirian energi yang dicapai tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sosial-ekonomis.

Dari sisi teknologi, Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut TeknologiBandung (ITB), Tri Yus Widjajanto, menilai bahwa langkah pemerintah menggunakan etanolsebagai bahan campuran BBM merupakan solusi praktis dan realistis untuk mengurangiketergantungan impor energi. Ia menjelaskan bahwa secara teknis, bahan bakar dengankandungan etanol telah terbukti aman digunakan pada kendaraan bermotor modern tanpamenimbulkan risiko terhadap performa mesin.

Tri Yus menambahkan, penggunaan etanol tidak hanya memberikan manfaat lingkungan melaluipengurangan emisi karbon, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi Indonesia. Pengembangan industri bioetanol di dalam negeri, kata dia, berpotensi menciptakan ribuanlapangan kerja baru, khususnya di sektor pertanian dan industri pengolahan. Dengan demikian, kebijakan ini memiliki dampak ganda: memperkuat ketahanan energi sekaligus memperluaslapangan kerja bagi masyarakat.

Lebih jauh, Tri Yus mengungkapkan bahwa saat ini ketergantungan impor BBM Indonesia masihmencapai lebih dari 45 persen dari total kebutuhan nasional. Dengan mengembangkan industribioetanol secara serius, angka tersebut dapat ditekan secara bertahap, bahkan hingga separuhnyadalam beberapa tahun ke depan. Ia memandang kebijakan Bahlil Lahadalia sebagai langkahkonkret untuk memanfaatkan potensi sumber daya dalam negeri yang selama ini belumdioptimalkan.

Langkah strategis pemerintah tersebut juga menjadi sinyal kuat bagi dunia internasional bahwaIndonesia berkomitmen terhadap transisi energi bersih dan kemandirian nasional. Dalam konteksglobal, di mana ketidakpastian pasokan energi menjadi isu besar, Indonesia menunjukkan arahkebijakan yang berpijak pada kekuatan domestik dan inovasi teknologi.

Menjelang satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, berbagai kalangan menilai bahwa arahkebijakan energi nasional semakin jelas dan terukur. Program swasembada energi berbasisbioetanol bukan hanya bentuk adaptasi terhadap tantangan zaman, tetapi juga cermin keberanianpolitik untuk membangun masa depan energi yang berdaulat.

Dengan dukungan para akademisi, praktisi, dan masyarakat, optimisme akan kemandirian energibukan lagi sekadar wacana. Pemerintah telah memulai langkah konkret yang membawa dampaklangsung terhadap perekonomian nasional, mulai dari pengurangan impor hingga peningkatanpendapatan petani lokal.

Seiring berjalannya waktu, program swasembada energi ini diyakini akan menjadi tonggaksejarah baru bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana disampaikan para pengamat, keberhasilankebijakan ini akan menjadi bukti bahwa kepemimpinan Prabowo-Gibran mampumenggabungkan visi besar dan kerja nyata untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, berdaulat, dan sejahtera di bidang energi.

*) Pemerhati Isu Energi

Post Comment