Negara Berikan Penghormatan Tertinggi Soeharto Layak Mendapat Gelar Pahlawan Nasional
Oleh: Anggina Wulandari*
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK Tahun 2025, menjadi simbol bahwa negara memberikan penghormatan tertinggi kepada salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Keputusan ini menunjukkan keberanian negara untuk menempatkan jasa-jasa Soeharto secara objektif dalam perjalanan panjang pembangunan bangsa. Di tengah berbagai dinamika opini publik, negara berdiri tegak dengan prinsip bahwa penghormatan semacam ini harus diberikan kepada mereka yang kontribusinya telah terbukti melampaui generasi.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa proses penetapan gelar pahlawan nasional telah melalui kajian yang sangat ketat. Ia menilai bahwa setiap usulan diproses melalui mekanisme resmi yang melibatkan sejumlah ahli sejarah, peneliti, serta lembaga negara. Menurutnya, keputusan untuk menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional bukan keputusan emosional, tetapi langkah yang dibangun atas dasar fakta sejarah dan kontribusi yang dapat diverifikasi. Pandangan tersebut memperkuat narasi bahwa negara bertindak objektif dan profesional dalam memberikan penghargaan tertinggi kepada warganya.
Soeharto memiliki rekam jejak perjuangan yang panjang bahkan sebelum memasuki dunia pemerintahan. Sebagai Wakil Komandan BKR Yogyakarta setelah proklamasi kemerdekaan, ia berperan dalam pelucutan senjata pasukan Jepang di Kota Baru, sebuah momentum penting bagi konsolidasi keamanan negara yang baru berdiri. Keterlibatannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 serta operasi pembebasan Irian Barat semakin menguatkan posisi Soeharto sebagai prajurit yang berkontribusi langsung terhadap tegaknya kedaulatan Republik Indonesia.
Pada masa kepemimpinannya, Soeharto dikenal sebagai arsitek pembangunan nasional yang meletakkan fondasi penting bagi modernisasi ekonomi Indonesia. Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno memandang keberhasilan Soeharto menstabilkan perekonomian pada masa awal pemerintahannya sebagai salah satu pencapaian paling monumental dalam sejarah Indonesia. Eddy menilai bahwa keberhasilan menurunkan inflasi, membuka lapangan kerja, serta menciptakan kepastian ekonomi yang stabil merupakan langkah fundamental yang memungkinkan Indonesia memasuki fase pembangunan jangka panjang.
Program pembangunan melalui Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) menjadi tonggak strategis yang membuka jalan bagi kemajuan ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur nasional. Stabilitas politik yang terjaga pada masa itu menjadi fondasi penting yang memungkinkan pemerintah bekerja efektif dalam memperluas jaringan transportasi, meningkatkan produksi pangan, dan memperkuat ketahanan nasional di tengah dinamika geopolitik internasional. Pandangan ini mempertegas bahwa penghargaan negara kepada Soeharto diberikan bukan hanya karena perannya sebagai presiden, tetapi karena hasil nyata yang dapat dirasakan hingga era modern sekarang.
Dukungan luas juga datang dari kalangan organisasi masyarakat. Ketua Umum Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa Soeharto adalah figur yang lengkap: pejuang kemerdekaan, pengisi kemerdekaan, sekaligus negarawan visioner. Misbakhun memandang bahwa Soeharto telah membangun arah pembangunan nasional yang terencana, memperkuat ketahanan nasional, serta menjaga keutuhan NKRI melalui berbagai kebijakan strategis. Ia memandang bahwa pengakuan negara terhadap jasa Soeharto merupakan bentuk kedewasaan bangsa dalam menghormati sejarahnya sendiri.
Dukungan akademik terhadap penghargaan ini juga sangat kuat. Guru Besar Resolusi Konflik dan Damai Universitas Negeri Jakarta, Prof. Abdul Haris Fatgehipon, menyampaikan bahwa Soeharto memenuhi banyak aspek kepahlawanan, baik sebagai prajurit maupun sebagai pemimpin. Haris menilai bahwa Soeharto memiliki kontribusi signifikan dalam membawa Indonesia mencapai swasembada pangan, meningkatkan kualitas pendidikan nasional, serta memperluas akses kesehatan bagi masyarakat. Ia menyoroti warisan konkret seperti RS Kanker Dharmais, RS Jantung Harapan Kita, serta beasiswa Supersemar sebagai bukti bahwa kebijakan yang dijalankan Soeharto masih memberikan manfaat besar bagi jutaan rakyat hingga hari ini.
Haris memandang bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto merupakan bagian dari proses rekonsiliasi bangsa terhadap sejarahnya sendiri. Mengakui jasa besar Soeharto bukan berarti mengabaikan kritik yang pernah muncul, tetapi menempatkan segala aspek perjalanan kepemimpinannya dalam perspektif sejarah yang utuh. Baginya, bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa para pemimpinnya tanpa terjebak pada glorifikasi maupun penolakan buta.
Gelombang dukungan masyarakat yang terus mengalir dari berbagai daerah menunjukkan bahwa publik memahami pentingnya menghormati tokoh-tokoh bangsa yang telah memberikan kontribusi luar biasa. Penganugerahan ini membawa pesan kuat bahwa negara menghargai pengabdian yang berdampak luas bagi kemajuan bangsa. Penghormatan ini sekaligus menegaskan bahwa nilai-nilai perjuangan, pengabdian, dan tanggung jawab menjadi landasan kuat yang diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.
Dengan berbagai catatan kontribusi yang begitu luas, mulai dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan hingga kebijakan pembangunan yang membentuk wajah Indonesia modern, tidak berlebihan apabila negara menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Gelar ini merupakan bentuk penghormatan tertinggi yang pantas diberikan kepada seorang tokoh yang telah memberikan pengaruh mendalam bagi perjalanan sejarah Indonesia. Soeharto meninggalkan warisan yang nyata, hidup, dan terus dirasakan manfaatnya hingga hari ini sebuah warisan yang membuat bangsa Indonesia pantas menundukkan kepala sebagai bentuk hormat kepada dedikasinya.
*Penulis merupakan Pemerhati Politik Nasional
Post Comment