
Program MBG Kebijakan Humanis Pemerintah untuk Generasi Muda
Oleh: Aditya Haryono )*
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu kebijakan paling visioner dan humanis dalam sejarah pembangunan manusia Indonesia. Di tengah tantangan ketimpangan gizi dan meningkatnya angka stunting, MBG hadir sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam menjamin masa depan generasi muda. Program ini tidak sekadar memberikan makanan, tetapi merupakan investasi jangka panjang untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, sehat, dan produktif. Dengan semangat pemerataan kesejahteraan, pemerintah berkomitmen agar setiap anak Indonesia, tanpa memandang latar belakang sosial dan geografis, memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dengan asupan gizi yang layak.
Dukungan terhadap program MBG terus mengalir dari berbagai kalangan masyarakat, akademisi, hingga tokoh politik. Salah satunya datang dari Usman Sitorus, tokoh masyarakat sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi Sumatera Utara, yang menyebut program ini sebagai kebijakan yang “humanis dan mulia.” Menurutnya, MBG bukan hanya wujud perhatian negara terhadap rakyatnya, tetapi juga simbol dari kepemimpinan yang peduli terhadap masa depan bangsa. Tidak banyak negara yang secara serius memikirkan masa depan anak-anaknya sebagaimana yang dilakukan Presiden Prabowo melalui program MBG. Pihaknya melihat MBG sebagai langkah strategis dalam meningkatkan kualitas SDM Indonesia sejak usia dini, karena masa depan bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya hari ini.
Usman juga menilai bahwa ketegasan Presiden Prabowo dalam merespons berbagai insiden di lapangan adalah bukti nyata kepemimpinan yang responsif dan berorientasi pada perbaikan sistem. Setelah muncul beberapa kasus di sejumlah daerah, Presiden langsung memerintahkan evaluasi menyeluruh agar pelaksanaan program berjalan lebih baik dan tepat sasaran. Langkah cepat Presiden menunjukkan komitmen terhadap kualitas, bukan hanya kuantitas. Pemerintah saat ini sedang memperkuat tata kelola program dengan melibatkan ahli gizi, lembaga pendidikan, dan pengawas independen. Pendekatan kolaboratif ini menegaskan bahwa MBG tidak dijalankan secara birokratis semata, tetapi juga mengedepankan prinsip partisipatif dan transparansi publik.
Selain dukungan dari tokoh masyarakat, apresiasi juga datang dari kalangan akademisi dan lembaga kajian. Direktur Sentra Keadilan dan Ketahanan Institut (Sekata Institut), Andri Frediansyah, menilai bahwa implementasi MBG merupakan wujud konkret perhatian negara terhadap kualitas gizi anak bangsa. Menurutnya, MBG bukan sekadar kebijakan sosial, melainkan bentuk investasi dalam pembangunan manusia berkelanjutan. Ia menegaskan bahwa setiap rupiah yang dialokasikan untuk gizi anak hari ini akan berbuah pada produktivitas dan daya saing bangsa di masa depan. Pihaknya menilai, program ini sejalan dengan amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan kualitas fisik dan mental generasi penerus.
Andri juga mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk generasi muda, untuk aktif mengedukasi lingkungan sekitar tentang pentingnya gizi seimbang dan kebersihan pangan. Menurutnya, keberhasilan program tidak hanya ditentukan oleh distribusi makanan, tetapi juga oleh kesadaran publik tentang pola hidup sehat. Menurutnya, partisipasi masyarakat adalah kunci kesinambungan MBG. Semakin banyak masyarakat terlibat, semakin kuat pula fondasi sosial yang menopang kebijakan ini. Dengan demikian, MBG bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan gerakan bersama seluruh bangsa untuk menyiapkan generasi emas Indonesia.
Dari sisi teknis pelaksanaan, sebelumnya Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, melaporkan bahwa hingga saat ini jumlah Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) yang telah beroperasi mencapai 9.615 unit dan melayani lebih dari 31 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Angka tersebut menunjukkan capaian luar biasa dalam waktu singkat sejak program ini diluncurkan. Capaian ini mencerminkan sinergi kuat antara pemerintah pusat dan daerah, serta dukungan dari berbagai sektor, mulai dari pertanian, pendidikan, kesehatan, hingga UMKM penyedia bahan pangan lokal. Pemerintah juga terus memperkuat mekanisme pengawasan dan evaluasi agar setiap tahapan pelaksanaan MBG berjalan transparan, efisien, dan tepat sasaran.
Implementasi MBG juga membawa dampak ekonomi positif bagi masyarakat akar rumput. Ribuan petani, nelayan, dan pelaku UMKM pangan kini menjadi bagian dari rantai pasok bahan makanan bergizi untuk sekolah-sekolah penerima manfaat. Dengan demikian, program ini tidak hanya meningkatkan kualitas gizi anak-anak, tetapi juga mendorong perputaran ekonomi lokal. Dalam konteks ini, MBG menjadi kebijakan multifungsi yang menjawab dua isu sekaligus: pembangunan manusia dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pendekatan integratif ini menjadi bukti bahwa kebijakan sosial dapat dirancang secara berkelanjutan tanpa mengorbankan efektivitas ekonomi.
Lebih dari sekadar program sosial, MBG mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan tanggung jawab negara terhadap masa depan warganya. Presiden Prabowo menempatkan anak-anak Indonesia sebagai prioritas utama pembangunan nasional, karena di tangan merekalah keberlanjutan bangsa ini dipertaruhkan. Dengan pendekatan yang terukur dan partisipatif, pemerintah membuktikan bahwa keberpihakan pada rakyat kecil tidak hanya dapat diwujudkan melalui bantuan tunai, tetapi juga lewat kebijakan berbasis gizi dan pendidikan.
)* Analis Kebijakan Publik Bidang Kesejahteraan Sosial.
Post Comment