×

Pemerintah Pastikan Efisiensi Tanpa Mengorbankan Layanan Publik

Oleh : Kiran Aarya )*

Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan tidak akan mengorbankan layanan publik maupun menyebabkan pemutusan hubungan kerja secara massal. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar memberikan manfaat optimal bagi masyarakat, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

Efisiensi dilakukan bukan untuk memangkas hal-hal yang berdampak langsung kepada masyarakat, melainkan mengalihkan belanja yang kurang produktif ke program-program yang lebih bermanfaat.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengklarifikasi bahwa tenaga kerja kontrak yang tidak diperpanjang bukanlah bagian dari kebijakan efisiensi, melainkan karena proyek yang mereka kerjakan telah selesai. Kontrak yang berakhir secara alami tidak dapat disamakan dengan pemutusan hubungan kerja akibat penghematan anggaran.

Jika terdapat anggapan bahwa kebijakan efisiensi mengarah pada PHK massal, itu merupakan kesalahan persepsi. Kebijakan ini tidak dirancang untuk mengurangi jumlah pegawai, tetapi untuk memastikan bahwa alokasi anggaran yang digunakan lebih efektif dan efisien.

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 mengarahkan agar belanja negara dialihkan dari aktivitas yang kurang produktif ke program yang berdampak lebih besar bagi masyarakat. Pemerintah memastikan bahwa efisiensi dilakukan dengan mempertimbangkan prioritas utama, yakni kesejahteraan publik.

Langkah ini tidak berarti penghapusan layanan, melainkan optimalisasi pengeluaran agar tidak terjadi pemborosan. Setiap anggaran yang dipakai harus memiliki dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar memenuhi formalitas administratif semata.

Namun, ada beberapa instansi yang salah dalam menafsirkan kebijakan efisiensi. Beberapa lembaga malah mengurangi layanan dasar alih-alih memangkas pengeluaran yang tidak signifikan. Belanja yang dianggap sebagai “lemak”, seperti biaya seremonial, perjalanan dinas yang tidak esensial, serta pembelian alat tulis kantor yang berlebihan, menjadi fokus penghematan.

Presiden Prabowo secara langsung meneliti setiap pos belanja negara dengan sangat rinci untuk memastikan efisiensi ini tidak merugikan masyarakat. Dalam berbagai kesempatan, Presiden menekankan bahwa pengeluaran yang tidak memiliki dampak besar bagi masyarakat harus diminimalkan.

Langkah serupa juga diterapkan oleh Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI), yang menegaskan bahwa efisiensi anggaran tahun 2025 tidak akan berdampak pada PHK massal. Juru Bicara LPP RRI, Yonas Markus Tuhuleruw, memastikan bahwa meskipun ada penyesuaian anggaran, pelayanan informasi berkualitas tetap menjadi prioritas.

RRI juga memanfaatkan teknologi penyiaran modern untuk meningkatkan efisiensi tanpa mengorbankan infrastruktur. Menurut Yonas, status kontributor sebagai tenaga lepas perlu diperjelas agar tidak disalahartikan sebagai bagian dari kebijakan efisiensi yang memicu PHK.

Setiap unit kerja di RRI didorong untuk berinovasi dalam menghadapi tantangan anggaran, sehingga efisiensi yang diterapkan justru memperkuat institusi. Penggunaan teknologi yang telah diadopsi sebelumnya menjadi kunci dalam memastikan bahwa layanan informasi tetap berkualitas meskipun dilakukan penghematan anggaran.

Dengan langkah ini, RRI menegaskan bahwa efisiensi tidak berarti penurunan kualitas layanan, melainkan kesempatan untuk berbenah dan meningkatkan kinerja. Institusi yang dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi akan lebih siap menghadapi era digital dan meningkatkan daya saingnya.

Di sektor pelayanan publik lainnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak akan menghambat pelayanan masyarakat. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan pertanahan dan tata ruang, ATR/BPN menerapkan strategi efisiensi dengan mengoptimalkan digitalisasi layanan dan penyederhanaan administrasi. Inovasi ini memungkinkan masyarakat untuk mengakses layanan secara daring, mengurangi biaya operasional tanpa menurunkan kualitas pelayanan.

Sertipikat Tanah Elektronik dan Hak Tanggungan Elektronik (HT-el) menjadi contoh konkret bagaimana efisiensi bisa berjalan beriringan dengan peningkatan mutu layanan. Langkah ini tidak hanya memangkas pengeluaran tetapi juga mempercepat dan mempermudah proses administrasi pertanahan.

Redistribusi pegawai sesuai kebutuhan, pemanfaatan teknologi dalam pelaporan dan pengawasan, serta penghapusan kegiatan seremonial yang kurang relevan turut menjadi bagian dari strategi efisiensi di ATR/BPN. Transformasi digital ini juga memberikan transparansi lebih dalam layanan pertanahan, yang selama ini sering diwarnai oleh permasalahan birokrasi yang panjang.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana, menegaskan bahwa kebijakan efisiensi ini bukan sekadar pengurangan anggaran, tetapi juga peningkatan kualitas pelayanan. Justru dengan adanya efisiensi, kementerian memiliki kesempatan untuk memperbaiki sistem kerja dan meningkatkan efektivitas layanan.

Evaluasi dan monitoring terus dilakukan guna memastikan bahwa implementasi kebijakan ini berjalan transparan dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. Tidak hanya sekadar penghematan, tetapi juga perbaikan sistem agar lebih responsif dan berorientasi pada hasil.

Efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah bukanlah pemangkasan yang merugikan, melainkan upaya pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif dan berorientasi pada hasil. Jika dilaksanakan dengan benar, efisiensi ini justru akan membawa manfaat besar bagi masyarakat dengan memperbaiki layanan publik tanpa mengorbankan hak-hak dasar mereka.

Selain itu, partisipasi masyarakat dalam mengawal implementasi kebijakan efisiensi juga menjadi faktor penting. Transparansi dalam pengelolaan anggaran publik harus selalu dijaga agar setiap rupiah yang dialokasikan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dengan adanya sinergi antara pemerintah, institusi terkait, serta masyarakat luas, diharapkan kebijakan efisiensi ini mampu mendorong pelayanan publik yang lebih baik tanpa mengurangi hak-hak dasar yang seharusnya diterima oleh masyarakat.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

Post Comment