
Perketat Hukuman, di Era Prabowo Narkoba Bukan Lagi Mainan
Oleh: Arifah Winarni *)
Masalah narkoba di Indonesia bukan sekadar isu hukum, tetapi juga ancaman serius terhadap masa depan bangsa. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika telah menghancurkan banyak generasi muda, menciptakan rantai kriminalitas, serta melemahkan struktur sosial dan ekonomi masyarakat. Menyadari dampak yang begitu besar, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah mengambil sikap tegas dalam memberantas narkoba, terutama terhadap para pengedar yang selama ini merusak kehidupan masyarakat.
Dalam upaya memperketat pengawasan terhadap kejahatan narkotika, pemerintah telah memastikan bahwa tidak ada ruang bagi pengedar narkoba untuk mendapatkan amnesti. Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa dalam kebijakan pemutihan narapidana tahun 2025, pengedar narkoba tidak termasuk dalam kategori yang berhak menerima amnesti.
Pernyataan ini mendapat dukungan dari Anggota Komisi XIII DPR RI, Edison Sitorus, yang secara tegas menolak kemungkinan pemberian amnesti bagi narapidana kasus narkoba. Pihaknya sangat keberatan ketika ada amnesti pengedar narkoba.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas menekankan bahwa sejak awal pemerintah telah menetapkan kriteria yang jelas mengenai siapa yang berhak menerima amnesti, dan pengedar narkoba tidak termasuk dalam kategori tersebut, yaitu orang yang melanggar atau dipidana dengan tindak pidana yang terkait dengan UU ITE, itu pun hanya terkait kepada penghinaan kepada kepala negara atau kepada pemerintah.
Keputusan ini menunjukkan konsistensi pemerintah dalam memastikan bahwa pengedar narkoba tidak memiliki celah hukum untuk menghindari hukuman. Ketegasan ini adalah langkah yang penting mengingat banyaknya pengedar yang masih dapat beroperasi meskipun telah ditangkap, bahkan dari balik jeruji besi.
Ketegasan pemerintah dalam memerangi narkoba bukan tanpa alasan. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), sekitar 312 ribu remaja di Indonesia telah terpapar narkoba. Angka ini mencerminkan betapa masifnya peredaran narkoba, yang tidak hanya menyasar kalangan dewasa, tetapi juga menargetkan generasi muda sebagai pasar utama.
Lebih dari itu, bisnis narkotika di Indonesia memiliki perputaran uang yang mencapai ratusan triliun rupiah per tahun. Peredaran narkoba tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan tetapi juga telah menyusup ke daerah pedesaan dan wilayah terpencil. Para bandar narkoba semakin cerdik dalam memanfaatkan celah hukum dan ekonomi untuk memperluas jaringannya.
Dalam beberapa kasus, pengedar narkoba bahkan memiliki kendali terhadap beberapa komunitas dan wilayah tertentu dengan memanfaatkan kondisi ekonomi masyarakat yang lemah untuk merekrut orang-orang menjadi bagian dari jaringan. Bukan hal yang mengejutkan jika banyak kasus menunjukkan bahwa masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi menjadi sasaran empuk untuk dijadikan kurir atau bahkan pengedar kecil-kecilan. Dengan demikian, pemberantasan narkoba tidak cukup hanya dilakukan melalui pendekatan hukum, tetapi juga harus disertai dengan upaya pencegahan berbasis sosial dan ekonomi.
Meskipun pemerintah telah mengambil langkah tegas, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam pemberantasan narkoba. Salah satunya adalah korupsi dalam sistem hukum dan penegakan hukum. Beberapa kasus menunjukkan bahwa oknum aparat masih bisa disuap untuk melindungi jaringan peredaran narkoba.
Selain itu, peran teknologi dalam peredaran narkoba juga semakin sulit dikendalikan. Media sosial kini menjadi alat utama bagi para bandar narkoba untuk beroperasi secara lebih rahasia. Sistem komunikasi terenkripsi, transaksi keuangan digital, serta penggunaan jaringan perantara yang sulit dilacak membuat bisnis narkoba semakin sulit diberantas dengan metode konvensional.
Tidak hanya itu, lapas di Indonesia juga menghadapi permasalahan serius dalam menangani narapidana narkoba. Banyak kasus menunjukkan bahwa meskipun sudah berada di balik jeruji besi, beberapa pengedar tetap bisa mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara. Situasi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk memastikan bahwa hukuman yang diberikan benar-benar memberikan efek jera.
Pemberantasan narkoba harus menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintah, aparat hukum, masyarakat, serta dunia usaha harus bersinergi dalam melawan ancaman narkotika. Langkah pemerintah yang menolak memberikan amnesti kepada pengedar narkoba merupakan sinyal kuat bahwa negara tidak akan berkompromi dalam memerangi kejahatan ini. Namun, kebijakan ini harus diiringi dengan strategi pencegahan yang lebih luas, termasuk edukasi kepada masyarakat dan penciptaan peluang ekonomi bagi mereka yang rentan direkrut oleh jaringan narkoba.
Selain itu, peran keluarga dan lingkungan sosial juga sangat penting. Generasi muda yang memiliki keluarga yang kuat dan lingkungan yang sehat akan lebih kecil kemungkinannya untuk terjerumus dalam narkoba. Oleh karena itu, pendidikan moral dan kesadaran sejak dini harus diperkuat, baik melalui kurikulum sekolah maupun program-program masyarakat.
Dengan sikap tegas pemerintah yang tidak memberikan celah bagi pengedar narkoba, diharapkan perang melawan narkoba semakin efektif dan memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan narkotika. Namun, untuk mencapai hasil yang optimal, diperlukan pendekatan yang lebih luas, yang mencakup aspek hukum, sosial, ekonomi, dan teknologi.
Pemberantasan narkoba bukan hanya tugas pemerintah atau aparat hukum, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat. Dengan kesadaran kolektif dan tindakan nyata, kita bisa bersama-sama menciptakan Indonesia yang lebih bersih dari narkoba dan lebih aman bagi generasi mendatang.
*) Penulis merupakan Pengamat Isu Sosial
Post Comment